Gaib dalam Kacamata Evolusi

  

Gaib dalam evolusi

Oleh: Dzikri Faizziyan

Kepercayaan terhadap hal gaib adalah bukti evolusi pada manusia.

Sebaris kalimat di atas bukanlah sebuah lelucon atau bualan, tetapi memang seperti itulah adanya ketika kita mencoba untuk menganalisis hal gaib yang terjadi sepanjang peradaban manusia.

Sesuatu yang dianggap gaib itu biasanya dibahas pada ranah keyakinan atau agama. Akan tetapi, bukan ranah itu saja yang bisa membahas hal-hal gaib. Bukti nyata teori evolusi pada biologi evolusioner, alias sains, bisa menjelaskan bagaimana hal gaib terjadi dan keterkaitannya sepanjang kehidupan manusia.

Dalam kacamata evolusi, banyak hal terjadi pada manusia yang tujuannya agar membuat manusia bisa lebih survive. Salah satunya adalah kepercayaan pada hal gaib yang membuat kita agar lebih survive di panggung kehidupan. Mari kita memulai dengan membahas sesuatu yang populer dan dipercayai oleh kebanyakan orang, yaitu hantu.

Kenapa Manusia Cenderung Takut pada Hantu?

Ada sebuah gagasan bahwa ketika seseorang mati, ia akan tetap bersama kita dalam bentuk roh.

Itu adalah sebuah gagasan kuno yang muncul dalam berbagai macam cerita, dari kitab suci hingga buku-buku fiksi. Bahkan, hal itu melahirkan genre cerita rakyat: yaitu cerita hantu, sebagai manifestasi dari konsep roh yang dipercayai. Kepercayaan pada hantu adalah bagian dari jaringan yang lebih besar dari kepercayaan paranormal termasuk pengalaman mendekati kematian, kehidupan setelah kematian, dan komunikasi roh.

Keyakinan tersebut memang menawarkan kenyamanan bagi banyak orang, siapa yang tidak tergoda dengan sebuah narasi bahwa anggota keluarga yang kita cintai, yang telah meninggal tetap menjaga kita, atau bersama kita di saat kita membutuhkan, bahkan kita bisa bertemu lagi dengan mereka di kehidupan selanjutnya, sebuah narasi yang menggugah rasa, mengubah kecemasan menjadi kenyamanan. Hal inilah yang sangat disukai oleh kita, para Sapiens.

Jika kita coba perhatikan, hantu dari setiap kultur masyarakat yang berbeda, punya bentuk yang berbeda juga, bahkan esensi dan cerita yang berbeda.

Tapi kenapa kita, as a whole species, secara universal cenderung “takut”dengan hantu?

Apa konsep yang secara universal bisa dipahami dan disadari oleh kultur masyarakat, dipercaya secara tradisi dan spiritual, serta memberikan efek yang sama pada semuanya yang memercayai, selain konsep hantu ini.

Ketika kita mempunyai sebuah kesamaan (kepercayaan dan rasa takut) dari kultur yang sangat berbeda, maka sangat relevan ketika kita membicarakan hal yang sama lagi, yaitu hantu muncul di tempat gelap, di malam hari. Hal tersebut adalah hal yang umum terjadi. Bahwasanya hantu (secara umum) muncul dan menakut-nakuti pada saat malam hari, dan ini terjadi hampir di semua kultur dunia.

Ada hal yang menarik? Seperti kenapa kita punya kesamaan ini, dan kesamaan yang lain?

Meskipun perbedaan yang sangat mencolok antara seluruh suku bangsa yang ada di bumi, kita ternyata mempunyai konsep yang sangatlah mirip, tetapi diceritakan dengan sangat berbeda, memiliki respon yang sama pada manusia, sama-sama dari sistem kepercayaan, dan muncul di saat yang sama.

Di sinilah peran biologi evolusioner, ia punya cara yang sangat ampuh untuk mengeneralisasi “alasan” kenapa hal ini ada. Kata kuncinya adalah dengan menanyakan:

Apakah mereka akan lebih survive dengan hal itu? Ini bisa diaplikasikan hampir kesemua kejadian yang terjadi pada kehidupan di bumi, seperti:

Kenapa landak ketika merasa terancam atau khawatir, mereka akan meringkuk, menggulung, dan menjadikan dirinya menjadi bola yang berduri? Apakah ia akan lebih survive dengan hal itu? Tentu saja. Hal itu akan membuat dirinya menjadi lebih aman, kuat, dan bisa melindungi diri ketika ada serangan dari predator yang hendak memangsanya.

Maka, kembali pada pertanyaan sebelumnya, kenapa manusia percaya pada hantu? Apakah mereka akan lebih survive dengan itu?

Tentu saja! Kita (sebagai keseluruhan spesies) tidak mempunyai penglihatan yang baik pada saat malam hari. Leluhur kita pada saat zaman pemburu-pengumpul lebih dominan berburu makanan pada saat siang hari, itu karena mereka bisa dengan leluasa melihat situasis ekitar dengan pergerakan yang lebih jelas dan waspada, bahkan peluang mereka bisa terhindar dari serangan predator pada saat siang hari, sangatlah besar. Sedangkan pada saat malam hari, peluang mereka untuk survive pada waktu mereka tidak bisa melihat keadaan sekitar dengan baik, itu sangatlah kecil.

Maka akan sangat masuk akal jika otak kita berevolusi untuk membuat gambar-gambar atau bayangan-bayangan mengerikan yang terjadi pada saat dalam keadaan gelap, karena kita secara alamiah atau bahkan secara turun-temurun menyadari bahwa keadaan gelap itu membuat kita tidak bisa melihat pergerakan atau keadaan sekitar secara jelas, dan tidak bisa waspada terhadap serangan predator yang bisa memangsa kita di segala arah.

Rasa takut hanyalah alat bagi tubuh untuk memberikan alarm bahwasanya ada bahaya di sekitar kita.

Indra kita (mata, telinga, atau yang lain) menangkap sebuah tanda bahaya (dalam hal ini keadaan gelap dan hening) agar kita bisa lebih waspada terhadap hal-hal yang biasanya tidak bisa kita lihat dan rasakan. Maka ketika ada gerakan tiba-tiba, yang mengancam ataupun tidak mengancam, mata dan telinga (serta indra lain) mengirimkan sinyal ini kebagian otak yaitu amygdala (bagian otak yang mengatur rasa takut), untuk memberikan sinyal ke kalenjar adrenal, dan mentransfer adrenalin keseluruh tubuh. Itu seperti memberikan kita sebuah peringatan, agar kita menjadi lebih waspada, dan kemungkinan kita untuk survive menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, kita membayangkan hal-hal buruk di kegelapan, termasuk hantu,monster, dan sebagainya.

We survive because of that.

Pada akhirnya keberadaan hantu hari ini tidak lebih baik dari seabad yang lalu.

Karena jika hantu itu ada, dan mereka bisa berinteraksi dengan tubuh manusia seperti yang disebut sebagai “kesurupan”, dan ada kejadian bahwa benda-benda bisa bergerak sendiri, jika benar, itu artinya apapun partikel penyusun hantu itu bisa berinteraksi dengan partikel penyusun tubuh manusia dan benda-benda disekitar kita melalui 4 gaya fundamental (4 gaya fundamental alam semesta: gaya kuat, gaya lemah, gaya elektromagnet, dan gaya gravitasi). Artinya, itu bisa dengan mudah dideteksi oleh detekto rpartikel sub-atomik atau instrumen sains. Maka keberadaan mereka akan (seperti semua penemuan ilmiah lainnya) ditemukan dan diverifikasi oleh para ilmuwan melalui eksperimen ilmiah yang obyektif, bukan ditemukan oleh dukun, sapiens yang dianggap sakral, atau pemburu hantu yang ada di acara televisi ataupun yang ada di media sosial lain. 

Tapi faktanya tidak seperti itu. Bahkan, percobaan paling kompleks yang pernah dibangun oleh manusia yaitu Large Hadron Collider (LHC) bisa mendeteksi partikel yang jauh lebih tinggi level energinya, yaitu Higgs Boson. Jadi, jika hantu itu benar-benar ada, maka para fisikawan di Large Hadron Collider (LHC) adalah yang pertama kali bisa mendeteksinya, mengingat merekalah yang memiliki instrumen pendeteksi partikel sub-atomik yang paling kuat di Bumi. Jadi, jika ada seseorang yang mengklaim bisa melihat hantu, jawaban yang paling bijak dan logis adalah orang tersebut mengalami halusinasi atau bahkan delusi.

Begitulah, kurang lebihnya, kenapa evolusi Darwinian masih dipakai sampai sekarang untuk menggambarkan perkembangan spesies dari waktu ke waktu.

Darwinian Evolution Is Very Fun! Because It Works!

Post a Comment