Sanak Fiktif

 


Oleh: KeyzSluggard

Sebelum gerimis, semua yang diucap hanyalah bokis, karena hanya ada si dungu yang berbicara dengan lantang, mengenai cerita manis, dan sepenggal alur mistis, setelah beberapa saat diguncang melodrama berisi dogma tentang masa remaja. Bukan, bukan cinta tentunya, hanya sarana abstrak dan gaya Jakarta-nya. Halte, gedung, jas, serta dasi hitam lusuh berantakan. Tak lupa juga bendera partai yang membawa petaka, ataupun oplet tua berkarat yang ditumpangi penjual sayur.

Dalam oplet itu ada pemuda yang terkena serangan nostalgic, tentang masa kelam di desanya. Transendental membawanya terbang menuju garis paranoid.

Khayalnya ia berada dekat dengan garis hitam penuh teriakan. Semua terlihat ber-arak beriringan, disebutnya,Ini bencana, ini bencana.” Bencana baginya adalah peluas bisnis dengan skala panjang, dan besar. Bagi kita, ini peluang tentang ladang yang mampu mengisi keranjang, keranjang kemanusiaan yang kosong tanpa apa-apa. Semua orang bingung menatap pemuda dengan sinis, dan tatapan aneh.

Ia tersadar sambil mengucap, “Ini bukan cerita Nordik dan bala tentaranya, hanya ada manusia yang butuh terangkat hakikatnya.”

Sambil mengetuk atap menuju pemberhentian.

“Abstrak memang kubilang.”

Post a Comment